Gedong Jangkung Majalengka
Gedong jangkung terletak di jalan Kh. Abdul Halim adalahsalah satu bangunan tua yang terdapat dikota Majalengka persisnya tidak terdapat yang tahu kapan bangunan berdiri tergolong pemiliknya yang kini Hj. Maryam. Ada bisa jadi bangunan telah berumur seratus tahun lebih, itu dapat dilihat dari jembatan kecil drainase irigasi citani. yang berada disamping bangunan itu,disitu tertulis angka tahun 1913
Dahulu bangunan ini ialah milik seorang pengusaha keturunan cina yakni keluarga Tjia makin Liong atau yang dikenal dengan William Soerjadjaya pendiri Usaha grup Astra internasional tbk yang kemudian dipasarkan kepada family H Saleh yang lantas diwariskan untuk pemilik yang sekarang. Seperti pada bangunan peninggalan zaman Belanda lainnya disini juga tidak terdapat ruang kamar mandi atau wc. Ingat Hal Ini laksana bangunan lawang sewu meskipun tidak sedikit lawang atau pintu namun tak terdapat satupun lawang guna ke wc sebab memang tidak terdapat ruang mandi atau wc? Orang belanda jaman dahulu memang jarang atau memang tidak pernah mandi hingga sampai Gubernur Hindia belanda menerbitkan peraturan yang mengharuskan mandi paling tidak seminggu sekali., ih jorok sekali!
Walau air membludak di Batavia, tapi semua serdadu Kompeni yang datang dari Belanda paling takut pada air dan jarang mandi. Ini cocok dengan kelaziman di negerinya yang beriklim dingin. Padahal, masyarakat di iklim tropis mandi sehari dua kali.
Karena mengikuti kelaziman di negaranya, hingga tahun 1775 masih terdapat perintah gubernur jenderal yang tidak mengizinkan pemaksaan terhadap (soldadoe) garnizun supaya mandi sekali seminggu. Jadi, guna mandi juga harus dikeluarkan SK Gubernur Jenderal. Tapi, semua istri mereka yang nyaris seluruhnya bermunculan di Indonesia tak terlihat fobia pada air dikomparasikan suami-sumai mereka yang datang dari Belanda.
Kita dapat menginginkan bagaimana baunya penduduk kompeni bila mereka mandi melulu seminggu sekali. Tidak diketahui apakah pada abad ke-17 dan 18 tersebut sudah terdapat handuk untuk mencuci badan, menilik mereka mandi seminggu sekali. Sabun juga ketika tersebut belum ada. Mereka mencuci badan dengan semacam batu yang pori-porinya terbuka.
Gubernur Jenderal VOC pun pernah menata pemanfaatan Kali Ciliwung di dekat kota tua. Salah satunya, warga tidak boleh BAB (buang air besar) sembarang masa-masa di Ciliwung. Mereka baru dibolehkan melemparkan kotoran insan di Ciliwung mulai pukul 10 malam sampai menjelang pagi.
Lalu bagaimana bila penduduk hendak BAB sebelum masa-masa tersebut? Mereka BAB di ember atau pispot. Di tiap lokasi tinggal ada kamar yang meluangkan ember guna BAB dan buang air kecil. Semacam toilet dan WC kini ini.
Baru menjelang pukul 10 malam, ember-ember yang mengandung kotoran manusia tersebut ramai-ramai dilemparkan ke Ciliwung. Bagi BAB orang duduk di kursi yang tengahnya berlobang dan di bawahnya ada ember atau pispot.
Kebiasaan tersebut dapat anda saksikan pada gedung-gedung tua di Jakarta, tergolong Gedung Museum Sejarah Pemprov DKI Jakarta di Jalan Falatehan. Gedung yang di bina pertengahan abad ke-18 dan sebanyak gedung lainnya di area ini tidak mempunyai toilet, dan baru di bina kemudian.
Kembali ke gedung jangkung Di jalan utama Kota Majalengka yakni jalan K.H Abdul Halim tepatnya di perempatan jalan tak jauh dari kantor Pendopo Majalengka berdiri kokoh suatu bangunan yang antik dan artistik. Arsitekturnya khas bangunan zaman dulu. Semacam kastil dengan menara menjulang tinggi di sayap kanan unsur depan gedung sampai-sampai bangunan ini dikenal dengan nama Gedong Jangkung.
Usia Gedong Jangkung tak terdapat yang tau secara pasti. Bahkan pemiliknya yang sekarang pun tak tau serupa sejarah bangunan ini. Namun diduga usianya lebih dari 1 abad, bisa jadi kurang lebih tahun 1900an. Memang semenjak dibangun Gedong Jangkung telah sejumlah kali beralih tangan. Terakhir dipunyai oleh Tuan Saleh yang menyatakan membelinya dari Astra. Setelah Tuan Saleh meninggal, kepemilikan gedong menjadi hak anak-anaknya.
Kendati usianya sudah lumayan tua, namum kualitas bangunan warisan zaman dulu memang familiar kekuatannya. Masih terlihat kokoh dan orsinil cocok aslinya. Bagian dalam bangunan terlihat luas dan tinggi meninggalkan kesan lega dan lapang. Terdiri dari 3 kamar istirahat yang luas, ruang tamu, ruang keluarga, ruang dapur, ruang tengah, dan 2 kamar mandi. Kaca-kaca ruangan yang berwarna dan bermotif tumbuhan meningkatkan aura antik yang kental.
Melangkah terbit gedung dari pintu belakang mengarah ke samping, di sayap unsur kiri ada tangga mengarah ke teras atas. Sebuah teras atas yang lumayan luas untuk lokasi bermain, teduh dipayungi oleh dedaunan pohon mangga yang rimbun. Dari atas teras atas ini, kita dapat melihat jalan raya K.H Abdul Halim yang tepat di depan gedung dan pun melihat halaman samping suatu gedung antik lainnya di sebelah kiri.
Hilir mudik kendaraan yang melintas di Jl K.H Abdul Halim terlihat terlihat jelas dari teras atas Gedong Jangkung ini. Meski begitu tak sepenuhnya mengganggu ketenangan sebab kesan adem dan tenang teras berpengaruh di unsur ini. Halaman yang luas di depan, samping kiri kanan dan belakang gedung dengan naungan pohon mangga yang besar-besar membuat kesejukan tersendiri. Sehingga menghadirkan rasa kerasan dan hendak kembali merasakan keartistikan dan ketenangan di dalamnya.
Di halaman belakang ada gudang lokasi menyimpan dagangan yang telah tidak terpakai lagi. Kemungkinan dulu dipergunakan guna menyimpan kuda atau kendaraan empunya gedung, Halaman belakang ini tampak jelas dari ruang family atau ruang tengah unsur dalam gedung yang desain kacanya diciptakan melengkung.
Untuk masuk ke dalam Gedong Jangkung, baik dari pintu depan maupun pintu samping mesti melalui sejumlah anak tangga. Pondasi bangunan memang dirancang lebih tinggi dari halaman. Hal ini meningkatkan kesan elegan dan berwibawa untuk Gedong Jangkung, terlebih lagi letaknya di jalan utama Kota Majalengka sehingga lumayan menarik perhatian untuk yang melihatnya.
Gedong Jangkung adalahsalah satu dari tidak banyak bangunan tua yang tersisa di Majalengka. Saksi bisu dari perjalanan sejarah bangsa dan kota Majalengka selama sejumlah dekade dan bahkan barangkali telah memasuki hitungan abad. Meski sejarah otentiknya belum tergali secara pasti, tetapi yang jelas keberadaannya sudah menunjukan warisan masa lalu untuk generasi muda sekarang. Suatu bangunan yang mempunyai nilai sejarah, dapat dilihat secara langsung, tak melulu melalui buku-buku ataupun di internet semata.
Lihat Lokasi di google maps
Kontroversi Perizinan Tempat Wisata
Tempat wisata baru di jogja ini tidak saja viral sebab bangunannya yang menarik dan prospeknya yang sepertinya lumayan menjanjikan tetapi pun karena kontroversi tantangan perizinan beroperasi. Rupanya, tempat dibangunnya The Lost World Castle menjadi salah satu tempat yang dibentengi aturan tata ruang area rawan bencana (KRB) III.
Seharusnya, pembangunan di lokasi ini dilarang demi kelancaran penanggulangan bencana. Peraturan ini tidak saja wajar namun perlu menilik letak desa ini yang tepat di lereng Gunung Merapi Yogyakarta. Kabarnya, Bupati Sleman Sri Purnomo telah mengkonfirmasi bahwa Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) sudah menyerahkan Surat Peringatan I ke pihak pengelola. Kalau hingga Surat Peringatan III tidak terdapat respons, maka lokasi wisata ini akan diblokir secara paksa. Sri Sultan pun menyetujui penutupan tempat wisata andai dinilai memang perlu. Sebenarnya masih tidak sedikit wisata gunung merapi yang berada di area tersebut laksana museum gunung merapi tetapi lokasi tersebut didirikan diatas lahan yang sudah mengisi aturan.
Tempat ini kini masih sepi pengunjung sebab belum terlalu tidak sedikit yang tahu. Kalau hendak melihat-lihat, usahakan kunjungi lokasi ini segera sebelum menjadi lebih ramai. Apalagi, dapat saja The Lost World Castle ini akhirnya justeru tidak jadi buka sebab kendala perizinan tadi.
0 Komentar